[Resensi] Here There Be Dragons: Fantasi dalam Fantasi

Judul: The Chronicles of the Imaginarium Geographica (#1): Here, There Be Dragons

Penulis: James A. Owen

Penerjemah: Berliani M. Nugrahani

Penyunting: Nadya Andwiani

Korektor: Anne Mariane

Penerbit: Matahati

Cetakan: Juli 2010

Tebal: 450 Halaman

James A. Owen memang sinting. Sinting yang menyenangkan. Apa jadinya bila sejarah, mitologi, dan fantasi campur aduk dalam satu buku? Mengapa nama Kapten Nemo, Charles Dickens, Perseus, Stonehenge, Kotak Pandora, King Arthur, Troll, bahkan Aladin disebut-sebut dalam buku ini? Kenapa pula Oxford dan Cambridge turut menghiasi novel ini?

Suatu malam pada masa Perang Dunia I, tiga orang asing, Jack, John, dan Charles memenuhi undangan dari Profesor Sigurdsson di London. Sesampainya di sana, Profesor telah terbunuh. Mereka kemudian berembuk di sebuah klub yang terletak di Baker Street 221B! Dalam kebingungan mereka, muncul Bert yang mencerocos tentang Imaginarium Geographica dan menunjuk John sebagai juru kuncinya. Bert menegaskan karena Imaginarium Geographica-lah Profesor dibunuh.

Imaginarium Geographica adalah peta dunia fantasi yang dibuat dengan tinta dan darah. Peta itu merupakan panduan ke negeri-negeri yang ada dalam legenda, mitos, dan dongeng. Negeri-negeri itu dikenal dengan nama Kepulauan Mimpi. Wendigo, makhluk separuh binatang separuh manusia memburu mereka dan Imaginarium Geographica. Sebagai juru kunci dadakan, John terpaksa memenuhi kewajibannya menyelamatkan peta beserta negeri-negerti tersebut. John harus menggunakan latar belakang pendidikannya untuk menerjemahkan peta yang ditulis dalam berbagai bahasa kuno tersebut. Mereka memulai petualangan dengan menumpang kapal Indigo Dragon milik Bert. Awak kapal Indigo Dragon adalah faun, manusia setengah kambing. Bersama Aven sang kapten kapal, mereka berlayar melintasi batas dunia nyata menuju negeri antah berantah.

Siapa yang menginginkan Imaginarium Geographica? Alkisah sosok bernama Raja Musim Dingin yang berhasrat menguasai Kepulauan Mimpi dengan menduduki Singgasana Perak. Singgasana Perak tak bertuan selama berabad-abad karena selama itu dianggap tidak ada pewaris sah dari keturunan Arthur. Kepulauan Mimpi diperintah oleh parlemen yang terdiri dari Raja Hati, Raja Wajik, Raja Sekop, dan Raja Keriting. Hehehe. Oh ya, Raja Musim Dingin ini tidak memiliki bayangan dan tangan kanan. Tangan kanannya berupa kait baja yang melengkung. Sounds familiar? Raja Musim Dingin memiliki pasukan tak terkalahkan bernama Shadow-Born, yaitu prajurit-prajurit musuh yang telah diambil jiwanya dan diperbudak. Shadow-Born mengingatkan saya pada Dementor-nya Harry Potter :D. Konon, Raja Musim Dingin bisa ditaklukkan bila diketahui nama aslinya. Perihal nama asli untuk mengalahkan musuh ini mengingatkan saya pada novel Red Pyramid.

Here, There Be Dragons adalah novel fantasi yang menyenangkan walau pada awalnya datar. Adegan pertempuran seharusnya bisa lebih epik dan wow. Entah kenapa adegan pertempuran yang melibatkan berbagai ras dan naga itu terasa lempeng. Novel ini banyak merujuk referensi mitologi, legenda, dan novel fiksi lain, lalu memodifikasinya. Tokoh demi tokoh yang muncul bikin terkaget-kaget. Owen juga menyelipkan humor. Dan, Owen sendirilah yang menggambar ilustrasi-ilustrasi beserta cover-nya. Saya menyukai ilustrasinya. Misalnya seperti ini.

James A. Owen adalah penulis dan ilustrator berkebangsaan Amerika. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Starchild. Owen memulai menulis Here, There Be Dragons pada tahun 2006 yang kemudian diikuti oleh sekuel-sekuelnya, yaitu The Search for the Red Dragon (2008), The Indigo King (2008), The Shadow Dragons (2009), dan The Dragon’s Apprentice (2010). Dua sekuel yang direncanakan terbit adalah The Dragons of Winter (2012) dan The First Dragon (2013).

Kejutan terbesar terdapat di bagian akhir, yang membuat saya ternganga. Ha! Bisa-bisanya Owen! Jack, John, dan Charles itu ternyata adalah ….. Adalah …. Ah, baca saja sendiri!

6 thoughts on “[Resensi] Here There Be Dragons: Fantasi dalam Fantasi

  1. hai hai mba, salam kenal ^^
    review nya bikin penasaran deh. menurut saya, James Owen itu lebih gila daripada Michael Scott hihihihi….

    • iya, nih. imajinasi Owen keren. kalau penasaran, gak boleh ngintip halaman belakangnya duluan, ya hihihi salam kenal juga 🙂

  2. jadi inget klo belum baca buku ini, padahal dulu semuangat banget belinya coz banyak yang ngasih ripiu positif…

    oiya, seri keduanya bentar lagi nongol kan ya?

  3. Ak juga lagi baca ini, cukup binggung juga sih dg ceritanya, naganya ga muncul2, dan pertarungannya itu tadi, mlempem, ga ada gregetnya tp asiknya byk orang2 terkenal yg nyasar di buku ini. Baca reviewnya jadi agak ngeh sama cerita, hehe. Cepet2 diselesein ah 😉

    • Iya, kejutan tokoh-tokoh & sisipan humornya yang mempertahankan minat baca. Semoga sekuelnya lebih greget yak 😉

Leave a reply to sinta Cancel reply